Kasedata.id – Bagi warga Desa Tabadamai, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, cuaca bukan sekadar tanda perubahan musim, tapi juga penentu rasa aman. Ketika langit cerah, kehidupan berjalan seperti biasa. Namun begitu awan gelap, kecemasan pun datang karena hujan lebat sering menandai satu hal yakni banjir.
Keresahan itu tak hanya dirasakan warga Tabadamai. Desa tetangga mereka yakni Desa Rioribati dan Desa Toniku, juga mengalami nasib serupa. Ketiga desa ini sudah lama dikenal sebagai wilayah langganan banjir saat musim hujan karena dilalui sungai Ake Toniku dan Ake Toduku.
Kendati, Desa Tabadamai tergolong paling rawan. Letaknya berada tepat di jalur aliran Sungai Ake Toniku yang membuat desa ini menjadi pertama menerima kegenasan air ketika sungai meluap. Sungai itu mengalir persis di belakang perkampungan mereka sehingga setiap hujan deras selalu menimbulkan rasa was-was. Karena itu, warga sangat berharap ada perhatian serius dari pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara.
“Kami berharap ada perhatian penuh dari pemerintah, khususnya BWS Maluku Utara, untuk menangani persoalan ini. Karena sungai Ake Toniku sangat rawan banjir dan sudah berulang kali merendam rumah warga. Ini bukan masalah baru, tapi sudah berlangsung lama dan menimbulkan kecemasan setiap musim hujan,” ujar Ardi Mahdi, warga Tabadamai saat dihubungi melalui telepon, Kamis (16/10/2025).
Ardi yang juga tokoh pemuda ini menceritakan bahwa secara geografis Desa Tabadamai diapit dua sungai, yakni Ake Toduku dan Ake Toniku. Sejak desa ini resmi terbentuk pada tahun 1982, warga sudah berkali-kali menjadi korban banjir akibat luapan dua sungai tersebut terutama Sungai Ake Toniku yang paling rawan.
“Banjir besar pernah terjadi pada tahun 2002 dan 2024. Air dari Sungai Ake Toniku meluap hingga ke pemukiman warga di Tabadamai, Toniku, dan Rioribati,” kenangnya.

Luapan sungai itu kerap menimbulkan kerugian material. Banyak warga kehilangan bahan makanan, hewan ternak seperti sapi dan kambing, bahkan tempat tinggal mereka terendam lumpur. Saat air naik, warga biasanya mengungsi ke lokasi aman seperti kantor desa atau masjid yang berada di dataran lebih tinggi.
Menurut Ardi, kondisi saat ini kian mengkhawatirkan. Jika pemerintah khususnya BWS Malut, lamban menangani pembuatan talud penahan banjir, maka dampaknya bisa semakin parah. Sebab, ia bersama warga telah mengidentifikasi satu titik paling krusial di sepanjang Sungai Ake Toniku yang menjadi sumber utama luapan air ke perkampungan.
Kondisi ini diperparah dengan adanya aktivitas pembongkaran material proyek di bantaran sungai yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
“Kondisi bantaran sungai kini memperihatinkan. Ada aktivitas pengambilan material yang justru memperlemah tanggul alami sungai. Ini menambah kekhawatiran kami apabila terjadi hujan deras,” tutur Ardi.
Warga Tabadamai, Rioribati, dan Toniku, kini menaruh harapan besar kepada BWS Maluku Utara untuk segera melakukan penanganan permanen. Pembangunan talud atau sistem pengendali banjir menjadi kebutuhan mendesak demi menjaga ketenangan hidup tiga desa tersebut.
“Kami hanya ingin hidup tenang tanpa rasa takut apabila hujan datang,” pungkas Ardi. (*)
Penulis : Pewarta
Editor : Sandin Ar




![Bupati Halsel saat menyambut massa aksi warga tabangame [Doc : Ridal/Kasedata]](https://kasedata.id/wp-content/uploads/2025/10/IMG_20251029_155313-225x129.jpg)
![SSB IM Ternate [dok : kasedata]](https://kasedata.id/wp-content/uploads/2025/10/Picsart_25-10-29_15-29-45-752-225x129.jpg)
![Plt Kepala DPMD Halsel, M. Zaki Abdul Wahab [Dok : Ridal/Kasedata]](https://kasedata.id/wp-content/uploads/2025/10/Picsart_25-10-28_19-23-34-139-225x129.jpg)

![Bupati Halsel Hasan Ali Bassam Kasuba, saat bertindak sebagai Inspektur Upacara Hari Sumpah Pemuda 2025 [Dok : Ridal/Kasedata]](https://kasedata.id/wp-content/uploads/2025/10/Picsart_25-10-28_18-04-25-250-225x129.jpg)