Kasedata.id – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Provinsi Maluku Utara, Muhajirin Bailussy mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 fokus menyelesaikan utang Dana Bagi Hasil (DBH).
Desakan itu timbul akibat Pemerintah Provinsi Maluku Utara saat ini belum menyalurkan sepenuhnya DBH kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota di tahun 2025.
Selain itu, Fraksi PKB juga memastikan Pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan alokasi anggaran yang memadai untuk membantu petani dalam rangka mendorong ketersediaan pangan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami minta agar DBH segera diselesaikan melalui APBD tahun 2026. Nilai DBH masing-masing daerah bervariasi, mestinya ini jadi prioritas,” ujar Muhajirin Bailussy, Kamis (11/9/2025).
Menurutnya, data dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku Utara, utang DBH yang belum ditransfer oleh Kementerian Keuangan mencapai Rp 410 miliar.
“Kami belum mengetahui secara pasti seberapa besar dana yang telah ditransfer ke daerah oleh Pemprov Maluku Utara. Jika belum selesai, Pemprov harus mencari cara menutupi sisanya sehingga utang DBH bisa lunas,” tegasnya.
Ketua Komisi IV DPRD Maluku Utara, itu meminta Pemprov untuk proaktif mencari solusi agar seluruh utang dapat dilunasi tanpa bergantung pada dana dari pusat. Sebab, katanya, penyelesaian DBH sangat penting untuk menjaga kredibilitas pemerintah daerah di mata masyarakat dan mitra kerja.
“Keterlambatan pembayaran DBH dapat berdampak terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten maupun Kota. Terutama dalam pembiayaan pelayanan publik, program pembangunan maupun infrastruktur yang diperuntukan bagi masyarakat. Tidak boleh ditunda-tunda lagi,” tutur Muhajirin yang kerap disapa Gus Jir ini.
Minta Pemprov Malut Perhatikan Kesejahteraan Guru.
Pemerintah Pusat telah menyiapkan dana sebesar Rp 178,7 triliun, yang dialokasikan untuk gaji, peningkatan kompetensi, serta kesejahteraan guru dan dosen di seluruh Indonesia. Hal ini tercantum dalam RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan.
Penegasan itu sebagai komitmen Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memberikan perhatian pada tunjangan profesi bagi tenaga pendidik yang menyasar guru aparatur sipil negara (ASN) maupun guru non-ASN di berbagai daerah.
Atas dasar ini Fraksi PKB Maluku Utara mengapresiasi Pemprov Malut atas alokasi anggaran di sektor pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2025 yang mencapai Rp 822,78 miliar dari total belanja daerah Rp 3,498 triliun.
Nilai ini, tambahnya, telah mencapai syarat mandatory spending di bidang pendidikan. Akan tetapi masih banyak alokasi anggaran pendidikan didominasi oleh belanja pegawai, sehingga perlu ada prioritas lebih pada peningkatan sarpras dan alokasi anggaran yang memadai untuk kesejahteraan guru, terutama terkait dengan tunjangan dan peningkatan kapasitas.
“Ini penting untuk memastikan nasib para guru, baik ASN maupun honorer dapat terpenuhi sehingga proses pendidikan berjalan lancar sesuai dengan arahan pemerintah pusat,” tegasnya.
Alokasi Anggaran Untuk Kebutuhan Pangan.
Bukan hanya Dana Bagi Hasil (DBH) dan alokasi anggaran untuk pendidikan di Maluku Utara. Fraksi PKB juga menyoroti masalah ketahanan pangan yang digunakan untuk mendorong produktivitas pertanian, mendukung rantai pasok pangan dan memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
Anggota DPRD Malut Dapil I, Ternate-Halbar itu mengungkapkan bahwa persoalan pangan merupakan salah satu program prioritas yang menjadi andalan pemerintahan Presiden Prabowo yang tertuang dalam Asta Cita pemerintah.
“Pemerintahan Sherly-Sarbin harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk para petani di Maluku Utara guna mendorong ketersediaan pangan yang dapat diwujudkan melalui peningkatan produktivitas pertanian melalui subsidi pupuk dan benih unggul,” imbuhnya.
Gus Jir berharap Pemprov Malut juga dapat memperhatikan sejumlah infrastruktur pertanian agar menopang kerja petani seperti jalan tani dan irigasi, mengurangi resiko gagal panen dan stabilisasi harga melalui pembelian hasil petani.
“Jika infrastruktur memadai, petani dapat menanam lebih sering, pendapatan juga meningkat, sehingga ada dampak kontribusi pada ketahanan pangan di daerah,” pungkasnya. (*)
Penulis : Ilham
Editor : Redaksi