Kasedata.id — Kebijakan pendidikan gratis tingkat SMA dan SMK yang mulai diberlakukan sejak April 2025 oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Laos, untuk mempersempit kesenjangan akses pendidikan bagi masyarakat. Namun, dibalik manfaatnya kebijakan ini menimbulkan tantangan serius bagi sekolah kejuruan yang memiliki kebutuhan operasional tinggi.
Kepala SMK Negeri 5 Ternate, Bahrudin Marsaoly, menyampaikan bahwa meski kebijakan ini meringankan beban orang tua siswa, dampaknya justru cukup memberatkan bagi keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar di sekolah, terutama untuk SMK yang memiliki banyak program praktik.
“SMK ini sangat bergantung pada pembiayaan operasional. Yang digratiskan memang iuran komite dan diganti dengan dana BOSDA. Tapi dari sebelumnya Rp150 ribu, kini hanya Rp75 ribu per siswa. Itu jelas tidak cukup untuk membiayai seluruh kegiatan sekolah,” ujar Bahrudin saat ditemui pada Kamis (17/7/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mencontohkan sejumlah kegiatan penting seperti Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan Ujian Kompetensi Keahlian (UKK) yang membutuhkan anggaran besar dan tidak bisa tertutupi hanya dengan dana BOSDA. Selain itu, sekolah juga harus membayar honor guru non-ASN yang jumlahnya tidak sedikit.
Tak hanya soal anggaran, SMK Negeri 5 juga dihadapkan pada keterbatasan infrastruktur. Dengan jumlah siswa yang kini mencapai lebih dari 300 orang, fasilitas sekolah dianggap tidak lagi memadai.
“Kami kekurangan ruang laboratorium, dan lab yang ada sekarang pun sudah tidak layak pakai karena terlalu sempit. Beberapa ruang kelas juga mengalami kerusakan seperti atap bocor, sementara jumlah siswa terus bertambah,” pungkasnya. (*)