Kasedata.id – Sejumlah mahasiswa tergabung dalam Front Perjuangan untuk Demokrasi (FPUD) Maluku Utara kembali menggelar aksi protes terhadap penahanan 11 warga Maba Sangaji. Aksi berlangsung di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara pada Rabu (23/7/2025) ini menuntut penghentian proses hukum terhadap para warga yang dinilai sebagai pejuang lingkungan.
Penasehat hukum 11 warga Maba Sangaji, Wetub Tuatubun, dalam kesempaatan itu menegaskan bahwa penangkapan terhadap kliennya atas tuduhan membawa senjata tajam tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, warga membawa parang bukan untuk tindak kekerasan, melainkan untuk kebutuhan hidup dan perlindungan diri di hutan yang selama ini menjadi bagian dari ruang hidup mereka.
“Penerapan Undang-Undang Minerba terhadap mereka justru menunjukkan adanya upaya sistematis negara menggunakan hukum sebagai alat kriminalisasi. Ini bentuk nyata pelanggaran HAM,” tegas Wetub.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyerukan agar aparat penegak hukum dalam hal ini Kejati Malut segera menghentikan seluruh proses hukum terhadap warga Maba Sangaji dengan merujuk pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal tersebut secara tegas disebutkan bahwa setiap orang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Tak hanya itu, ia juga mengutip Pedoman Kejaksaan Nomor 8 Tahun 2022 khususnya Bab VI, yang memuat jaminan perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan.
“Kami menuntut Kejati Malut bertindak sesuai regulasi dan menghentikan kriminalisasi terhadap rakyat yang sedang mempertahankan ruang hidupnya,” tegas Wetub.
Dalam aksi tersebut, FPUD membawa sejumlah tuntutan yakni menghentikan proses hukum terhadap 11 warga Maba Sangaji, mengakhiri segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, mendesak pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Position, menuntut Polda Malut dan Polsek Tidore untuk menindak anggota polisi yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap peserta aksi, menolak tambang di Halmahera, serta menolak revisi UU Polri dan RKUHP. (*)
Penulis : Sukarsi Muhdar
Editor : Sandin Ar