Kasedata.id — Kepolisian Daerah Maluku Utara (Polda Malut) melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) berhasil membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pengungkapan kasus ini disampaikan dalam konferensi pers yang di Aula Mapolda Malut, Jumat (22/11/2024).
Kegiatan tersebut dipimpin Kabid Humas Polda Malut, Kombes Pol. Bambang Suharyono, didampingi Wadir Reskrimum AKBP Anjas Gautama Putra. Dalam pengungkapan ini, tiga tersangka berhasil dihadirkan dalan konferensi pers masing-masing berinisial FS alias Boti (26), YA alias Dika (24), dan GU alias Gival.
Kombes Pol. Bambang Suharyono, menjelaskan para tersangka saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dalam proses penyidikan. Mereka dijerat dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ancaman hukuman bagi pelaku ini antara tiga hingga lima belas tahun penjara, dengan denda antara Rp120 juta hingga Rp160 juta,” ungkapnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan segala bentuk kejahatan, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan orang, kepada pihak kepolisian agar dapat ditangani dengan cepat dan tepat.

Total Enam Tersangka dari Berbagai Lokasi
Sementara, Wadir Reskrimum Polda Malut, AKBP Anjas Gautama Putra, menyebut bahwa selain tiga tersangka yang diamankan Polda Malut, terdapat tiga tersangka lain yang ditangkap di wilayah hukum Polres Halsel, Polres Halut, dan Polres Haltim. Dengan demikian, total tersangka dalam kasus TPPO di Maluku Utara mencapai enam orang.
“Modus operandi mereka sama, yakni memperdagangkan perempuan untuk tujuan prostitusi dan mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, AKBP Anjas menambahkan bahwa ketiga tersangka yang ditangkap oleh Polda Malut diamankan dari tiga penginapan di lokasi berbeda.
“Kami memastikan para tersangka sudah ditahan, dan penyidikan terus berjalan untuk mengungkap jaringan yang lebih luas,” tutupnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa TPPO masih menjadi ancaman serius di Indonesia, khususnya di Maluku Utara. Untuk itu, diperlukan sinergi antara masyarakat dan pihak berwenang untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah terjadinya eksploitasi manusia. (*)
Penulis : Pewarta
Editor : Redaksi