KEMENANGAN (?)

Minggu, 30 Maret 2025 - 22:44 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto : penulis

Foto : penulis

Oleh : Almun Madi (Cak Mun)
Pengajar

Untuk orang beriman. Mengapa harus yang beriman? Karena puasa itu salah satu dari sekian ibadah yang menyimpan rahasia antara Allah dan ummatnya yang beriman. Puasa berbeda dengan shalat,  haji, zakat, ngaji, sedekah dan lain-lain. Ritual-ritual ini dapat disaksikan oleh orang lain. Berbeda dengan puasa, sebagaimana bunyi hadits qudsi : “Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa, Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya”. Salah satu ibadah puasa memiliki garis vertikal langsung “ke atas”.  Sebab perkara menahan lapar dan haus, menahan hawa nafsu dan larangan lainnya tak ada yang bisa melihat dan menjamin sesorang bisa melakukannya secara ikhlas, lillahi.

Jika seseorang ditanya, apakah Anda berpuasa? tentu jabawannya adalah, Iya saya berpuasa. Tapi apakah bias dijamin jawaban itu linear dengan batinnya? Jangan-jangan jawabannya berpuasa, tapi secara diam-diam makan, minum di siang hari dengan dalil hanya Allah yang tahu. Itulah sebabnya seruan puasa hanyalah untuk yang beriman sebagaimana termaktub dalam Al-baqara: 183. Menariknya pada penghujung dari ayat ini, Allah memberi predikat Tattaqun bagi yang berpuasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tentu, semua  muslim yang baliqh diwajibkan berpuasa. Namun, tidak semua orang berpuasa akan sampai pada predikat Tattaqun. Keimanan seseorang tergantung pada level dan takarannya, ilmu agama dan ketauhidan yang kuat sehingga ia akan meraih predikat tattaqun.  Beriman menuju predikat tattaqun itulah yang wajib dirayakan pada hari kemenangan 1 syawal pasca berjuang sebulan penuh.

Siapa yang tattaqun dan menang di hari kemenangan? Mereka yang mampu menaklukan hawa nafsu pada ramadhan, menjadikan ramadhan sebagai medium peleburan keangkuhan, peleburan sifat angkara. Mereka yang mampu menarik dirinya dari titik kegaduhan menuju pada titik klimaks kebajikan, keluhuran, serta mampu mempertahankan diri pada titik pola laku nan otentik.

Baca Juga :  Pemuda Mabuk di Ternate Selatan Warnai Lebaran Hari Pertama

Bagi mereka yang tattaqun,  puasa sebulan penuh bukan hanya sekedar kerinduan pada surga dan ketakutan pada api neraka, tetapi mengarahkan diri pada titik tauhid. Dengan demikian kesucian yang dimaksudkan pada hari kemenangan (ibarat bayi baru lahir) bukan sekedar suci pada sebulan ramadhan tetapi suci sepanjang hayat dengan titik awalnya adalah di 1 syawal. Seperti kesucian seorang perempuan bermana Rabiatul Adawiah yang berani berkata, “Akan kupadamkan api neraka dan kubakar hadiah surga “. Satu pernyataan dimana kekuatan tauhidnya telah mengkristal, terinternalisasi. Kesucian Adawiah bukan lagi pada level surga dan neraka, tetapi melampaui “ruang”.

Kita sejatinya telah berjuang pada ramadhan, kita bisa menakar sejauh mana tingkat keimanan, ketakwaan dan kesucian kita. Mungkin kita tak meraih predikat tattaqun, atau mungkin saja kita meraihnya?. Sekali lagi, puasa adalah milik-Nya, Dialah yang akan membalasnya.

Berdasarkan hal itu, kita wajib mempertahankan nilai-nilai yang telah kita raih pada ramadan. Bahwa kita telah meneguhkan kesabaran melawan hawa nafsu, manahan lapar dan haus, mengularkan zakat, bersedekah, menamatkan bacaan qur’an, beritiqaf di masjid, memberi dan membantu  yang miskin dan fakir,  serta menjaga konsiatensi ibadah shalat baik wajib maupun sunnat sebulan penuh merupakan upaya kita menuju perubahan pada diri.  Tetapi yang perlu disadari adalah apakah kita mampu mempertahankan perubahan dalam diri itu selama hayat ataukah hanya sebatas mengisi ramadhan?

Baca Juga :  SDN 37 Ternate Fokus Pendidikan Berbasis Keagamaan Selama Ramadan

Dalam realitas keseharian, pasca ramadan,  kita sering kali kembali menjadi individu-individu yang gemar menelikung, menerabas, menimbulkan kegaduhan, dan “menuhankan” materialisme. Kita berjuang meraih sesuatu dengan cara amburadul, pragramtis, dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Kita seakan terperangkap dalam predikat “manusia lupa Tuhan”, dan paling fatal adalah predikat “meniadakan Tuhan”.

Sikap-sikap otentik seharusnya dipertankan, justru tergerus oleh kepentingan sesaat dan praktis : aksi rasua makin mendarah daging, akrobat politik tanpa nilai (value),  penghargaan keilmuan dengan jalur pragmatis dan seabrek tontonan keseharian kita menjadi jawaban bahwa kita telah menipu Tuhan, sebab kita suci pada ramadhan tetapi pasca ramadhan kita buruk dalam pola laku dan rupa nan runyam.

Lebih ironis lagi, kealpaan kita dalam kehidupan nyata ikut diperparah dengan aksi meramaikam dunia maya di era digital saat ini. Perkara aib, saling caci, ujaran kebencian dipertontonkan secara fulgar di dinding lini masa. Kegilaan kita, baik di dunia nyata maupun dunia maya semakin hari makin tak terbendung. Faucalt, filsuf kenamaan Prancis memberi dasar bahwa kegilaan/ketidakwajaran ditentukan oleh episteme: sebuah pengetahuan dasar bagi kelompok masyarakat terkait wajar atau tidak?  Normal atau tidak? Dan gila? Yang membutuhkan logika dan nalar.

Atas fakta-fakta itu, kita patut berikhtiar pada generasi kita dengan memupuk basis spiritual yang kuat. Hari kemenangan 1 Syawal 1446 Hijriah wajib dijadikan sebagai titik awal untuk memaksa diri kita keluar dari dekadensi nilai (moral) sembari mempertahankan diri nan otentik. Maaf lahir batin. (*)

Penulis : Almun Madi

Editor : Redaksi

Berita Terkait

Minggu, 30 Maret 2025 - 22:44 WIT

KEMENANGAN (?)

Berita Terbaru

Lembaga Sensor Film menggelar sosialisasi Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran.

Daerah

LSF RI Gelar Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman

Kamis, 19 Jun 2025 - 11:47 WIT

Longsor di kawasan perbatasan antara Kelurahan Kelumata dan Ngade || dok : haerun_kasedata

Daerah

Hujan Deras Picu Longsor di Ternate Selatan

Kamis, 19 Jun 2025 - 11:32 WIT

Kampus UMMU || Foto : istimewa

Pendidikan

FISIP UMMU Gelar Yudisium, Ini Daftar Enam Lulusan Terbaik

Kamis, 19 Jun 2025 - 10:02 WIT

Kepala Sekolah SMPN 6 Ternate, Astuti Djumati, saat diwawancarai usai anak-anak didiknya menjuarai liga pelajar 2025 || Foto : haerun_kasedata

Olahraga

Kemenangan SMPN 6 Ternate Jadi Magnet Calon Siswa Baru

Kamis, 19 Jun 2025 - 09:02 WIT